Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan, oleh karena itu merupakan stres tambahan dari suatu pekerjaan. Gangguan psikologi tersebut dapat berupa rasa kurang nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain.

Di samping pengaruh di atas, kebisingan juga menyebabkan stres pada bagian tubuh lain yang mengakibatkan sekresi hormon abnormal dan tekanan pada otot. Pekerja yang terpapar bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah. Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi, bahkan penurunan produktivitas.

Telah banyak observasi yang menunjukkan bahwa emosi atau stres mempengaruhi keadaan fisiologi traktus gastrointestinal, antara lain sekresi musinoid, pepsin dan asam klorida lambung. Diduga keadaan ini pulalah yang menjadi penyebab ulkus peptikum yang sekarang lebih dikenal dengan sindrom dispepsia.

Yang dimaksud dispepsia di sini adalah penderita dengan keluhan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yang dapat berupa nyeri epigastrium, mual, muntah yang dapat disertai darah atau tidak, rasa cepat kenyang, kembung atau sering sendawa. Sindrom dispepsia selain akan menjadi salah satu masalah kesehatan juga akan menurunkan produktivitas tenaga kerja.

Tenaga kerja yang sering mengeluh sakit saluran pencernaan bagian atas konsentrasi kerjanya berkurang dan akan meningkatkan absensi. Dengan demikian penting untuk mengetahui hubungan paparan bising dengan kasus sindrom dispepsia guna mencari solusi permasalahan tersebut.

Penelitian
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap karyawan yang bekerja di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
(1) ada perbedaan intensitas kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang perkantoran dan ruang inspeksi PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.
(2) Perbedaan intensitas kebisingan di ruang kerja tersebut akan berpengaruh pada jumlah karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan kebisingan maupun manfaat praktis bagi perusahaan, pemerintah maupun tenaga kerja yang bersangkutan.
Bahan dan Cara Kerja
Penelitian ini bersifat survai analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan dengan lokasi penelitian di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Penetapan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria subyek sebagai berikut :
Kriteria inklusi :

usia 15 – 45 tahun pria maupun wanita.
Sudah bekerja di bidang yang sama lebih dari 6 bulan.
Kriteria eksklusi :

sedang dalam perawatan dokter ahli jiwa.
Sedang mengkonsumsi obat/ alkohol atau jamu secara terus menerus (rutin).
Khusus untuk wanita, sedang hamil.
Sedang menderita penyakit kronik (misal. DM, KP, Hipertensi).
Menggunakan sumbat telinga saat bekerja. Mempunyai riwayat sakit telinga (infeksi sejak lahir, jatuh dan sakit hidung tenggorokan yang menyebabkan sakit telinga).
Sebelum sampel ditetapkan, dilakukan pendataan dengan kuesioner tentang karakteristik responden maupun data yang terkait dengan kriteria subyek. Subyek yang memenuhi kriteria seluruhnya ditetapkan sebagai sampel dan dibagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok I : Responden yang terpapar bising intensitas tinggi (ruang produksi).
Kelompok II : responden yang terpapar bising intensitas sedang (ruang inspeksi).
Kelompok III : responden yang terpapar bising intensitas rendah (ruang perkantoran).
Kesimpulan dan Hasil

Ada perbedaan intensitas kebisingan yang sangat signifikan antara ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Perbedaan intensitas kebisingan berpengaruh terhadap jumlah penderita sindrom dispepsia pada tenaga kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Diskusi
Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan intensitas kebisingan berpengaruh terhadap munculnya gejala sindrom dispepsia. Pengaruh tersebut melalui variabel perantara yaitu faktor psikologis dan faktor fisik (kelelahan). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Budihalim (1990) bahwa emosi dan kelelahan fisik akan mempengaruhi keadaan fisiologi saluran pencernaan, antara lain sekresi musinoid, pepsin dan asam klorida lambung, sehingga diduga faktor ini pula yang menjadi penyebab munculnya gejala-gejala gangguan pencernaan bagian atas atau sering disebut dengan Sindrom dispepsia.

Pengaruh emosi terhadap fungsi gastrointestinal telah lama dikenal. Wolf, Wolf dan Mittelmann (11,), mengobservasi melalui lubang fistula permanen di lambung memperoleh hasil sebagai berikut :
Emosi sadness dan depresi yang diikuti dengan perasaan withdrawn, menyebabkan mukosa pucat, menurunkan dan menghambat sekresi dan kontraksi lambung; orang tersebut merasa mual (nausea) dan tidak ada nafsu makan. Sebaliknya anxiety, hostility dan resentment diikuti dengan hipersekresi, hipermotilitas, hiperemi mukosa lambung, maka terjadilah keadaan seperti gastritis hipertropik. Penderita merasa nyeri dan perih uluhati (heartburn). Bila berlangsung cukup lama dan cukup berat, timbul erosi dan perdarahan kecil-kecil mukosa lambung (penurunan daya tahan mukosa lambung).

Keadaan seperti ini dapat terjadi spontan atau akibat kontraksi lambung yang kuat. Luka-luka kecil tersebut terkena asam lambung, menyebabkan tambah membengkaknya seluruh mukosa lambung, dan terbentuk ulkus kronik di mucosa tersebut.

Alexander mengajukan hipotesis bahwa frustrasi kronis atau kebutuhan ketergantungan yang kronis mengakibatkan konflik unconscious yang khas. Konflik ini akan menyebabkan rasa marah dan lapar yang unconscious kronik dan regresif.

Reaksi ini secara fisiologis berujud hiperaktifitas vagal yang menetap dan mengakibatkan hipersekresi asam lambung pada orang-orang yang mempunyai predisposisi genetik sebagai hipersekretor asam.

Kesimpulan
Kebisingan secara bermakna dapat menyebabkan terjadinya sindrom dispepsia, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh paparan bising terhadap sindrom dispepsia dengan penyempurnaan metode penelitian, terutama pada penegakan diagnosis menggunakan pemeriksaan penunjang (endoskopi).

Sumber:
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono (Departemen Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Indonesia), yang dimuat dalam Majalah CDK Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Blogger Template by Blogcrowds