Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak akan lepas dari 3 potensi primer (fisik, kreatif dan rasio) dan 3 potensi sekunder (gerak, imajinasi dan perasaan).

Menurut Tabran (1998), dalam diri manusia terdapat proses yang sifatnya sadar, ambang sadar dan tidak sadar. Perkembangan rasio/daya nalar merupakan gabungan antara gerak dan imajinasi, perkembangan kreatif merupakan gabungan antara imajinasi dan perasaan. Unsur fisik, kreatif dan rasio tersebut selalu bekerja secara bersamaan dalam diri manusia hanya kadarnya saja berbeda-beda tergantung pada usia sejak bayi hingga dewasa.

Kreatifitas merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam penelitian psikologi masa kini dan sering digunakan dengan bebas di kalangan orang awam. kreatifitas merupaan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional (Dedi Supriadi, 1994). Banyak definisi tentang kreatifitas, namun tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Untuk lebih menjelaskan pengertian tentang kreatifitas, akan dipaparkan beberapa perumusan yang merupakan simpulan para ahli mengenai kreatifitas. Kreatifitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinal. Sebaliknya, kreatifitas mencakup jenis pemikiran spesifik, yang disebut Guilford "pemikiran berbeda" (divergent thinking). Pemikiran menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Kreatifitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikena pembuatnya. Banyaknya definisi tentang kreatifitas merupakan salah satu masalah kritis dalam meneliti, mengidentifikasi dan mengembangkan kreatifitas. Dalam dunia pendidikan yang terpenting kreatifitas perlu dikembangkan. Sehubungan dengan pengembangan kreatifitas, terdapat empat aspek konsep kreatifitas (Rhodes, 1987) diistilahkan sebagai "Four P's of Creatifity : Person, Process, Press, Product".




TEORI KREATIFITAS

Teori Tentang Pembentukan Pribadi Kreatif
Teori Psikoanalitis
Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kreatifitas sebagai hasil mengatasi satu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.

Teori Freud
Menurut beberapa pakar psikologi, kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan. Sigmund Freud adalah tokoh utama

Teori Kris
Erns Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori ini adalah mereka yang paling mampu "memanggil" bahan dari alam pikiran tidak sadar. seseorang yang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa "seperti anak" dalam pemikirannya. mereka dapat mempertahankan "sikap bermain" mengenai masalah-masalah serius dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan regresi demi bertahannya ego (Regression in The Survive og The Ego).

Teori Jung
Carl Jung (1875-1967) percaya bahwa alam ketidaksadaran (ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang amat penting dalam pemunculan kreatifitas tingkat tinggi. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya.




Teori Humanistik
Berbeda dengan teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreatifitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreatifitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.

Ciri-ciri Kepribadian Kreatif :

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas dan menyukai kegemaran dan aktifitas yang kreatif.
Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu bagi mereka amat berarti, penting dan disukai, mereka tidak perlu menghiraukan kritik ataupun ejekan dari orang lain.
Mereka pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain.
Orang yang inovatif berani berbeda, menonjol, membuat kejutan atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Alfa Edison dikatakan bahwa dalam melakukan percobaan dia mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum dia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia. Ia mengungkapkan bahwa, "Genius is 1% inspiration and 99% perspiration".
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka, telah dipikirkan dengan matang terlebih dahulu dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Tingkat energ, spontanitas dan kepetulangan yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif, demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktifitas baru dan mengasyikkan, misalnya untuk menghipnotis, terjun payung atau menjejaki kota atau tempat baru.
Siswa berbakat kreatif biasanya menmpunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Ciri yang lebih serius pada orang kreatif adalah ciri-ciri sepert idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari keberadaan mereka.
Anak berbakat lebih cepat menunjukkan perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas dan masalah lain yang dapat mereka amati di dalam masyarakat.
Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumut dan misterius. misalnya untuk percaya pada paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indera keenam atau kejadian mistik.
Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni, sastra, musik dan teater.
Tampak seolah-olah pribadi yang kreatif itu ideal. Namun ada juga karakterstik dari siswa keratif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru.
Anak yang kreatif bisa juga berisfat tidak kooperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.



Teori-teori Tentang Press
Kreatifitas agar dapat terwujud diperlukan dorongan dari individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).

Motivasi Intrinsik dari Kreatifitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan mewujudkan potensinya, mewujudkan dirinya, dorongan berkembang menjadi matang. Dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreatifitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dan Vernon, 1982).

Kondisi Eksternal Yang Mendorong Perilaku Kreatif
Kreatifitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh, bibit unggul memerlukan kondisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri potensinya. Bagaimana cara menciptakan lingkungan eksternal yang dapat memupuk dorongan dalam diri anak (internal) untuk mengembangkan kreatifitasnya?

Menurut pengalaman Carl Rogers dalam psikoterapi adalah dengan menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis.

Keamanan Psikologis
Ini dapat terbentuk dengan 3 proses yang saling berhubungan :

Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
Mengusahakan suasana yang di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada/tidak mengandung efek mengancam. Evaluasi selalu mengandung efek mengancam yang menimbulkan kebutuhan akan pertahanan ego.
Memberikan pengertian secara empiris. Dapat menghayati perasaan-perasaan anak, dapat melihat dari sudut pandang anak dan dapat menerimanya, dapat memberikan rasa aman.
Kebebasan Psikologis
Apabila guru mengijinkan atau memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan secara simbolis (melalui sajak atau gambar) pikiran atau perasaannya. Ini berarti memberi kebebasan dalam berpikir atau merasa apa yang ada dalam dirinya.




Teori Tentang Proses Kreatif
Wallas dalam bukunya "The Art of Thought" menyatakan bahwa proses kreatif meliputi 4 tahap:

Tahap Persiapan, mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan data/informasi, mempelajari pola berpiir dari orang lain, bertanya pada orang lain.
Tahap Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan informasi dihentikan, individu melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut. Ia tidak memikirkan masalah tersebut secara sadar, tetapi "mengeramkannya" dalam alam pra sadar.
Tahap Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya "insight" atau "Aha Erlebnis", saat tmbulnya inspirasi atau gagasan baru.
Tahap Verifikasi, tahap ini merupakan tahap pengujian ide atau kreasi baru tersebut terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran kritis).



Teori Tentang Produk Kreatif
Pada pribadi yang kreatif, bila memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang memberi peluang bersibuk diri dengan kreatif (proses), maka dapat diprediksikan bahwa produk kreatifnya akan muncul.

Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dari Wallas (persiapan, inkubasi, iluminasi, verifikasi) dan produk psikologis yang berinteraksi: hasil berpikir konvergen à memperoleh pengetahuan dan keterampilan, jika dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan yaitu pemecahan masalah à individu menggabungkan unsur-unsur mental sampai timbul "konfigurasi". Konfigurasi dapat berupa gagasan, model, tindakan cara menyusun kata, melodi atau bentuk.
Pemikir divergen (kreatif) mampu menggabungkan unsur-unsur mental dengan cara-cara yang tidak lazim atau tidak diduga. Konstruksi konfigurasi tersebut tidak hanya memerlukan berpikir konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi, karakteristik pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap pembaruan unsur-unsur sosial, ketrampilan komunikasi). Proses ini disertai perasaan atau emosi yang dapat menunjang atau menghambat.




Model dari Besemer dan Treffirger
Besemer dan Treffirger menyarankan produk kreatif digolongkan menjadi 3 kategori (model ini disebut "Creative Product Analysis Matrix" (CPAM):

Kebaruan (Novelty)
Sejauh mana produk itu baru, dalam hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru, produk kreatif di masa depan.

Produk itu orisinal : sangat langka di antara produk yang dibuat orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama, juga menimbulkan kejutan (suprising) dan juga germinal (dapat menimbulkan gagasan produk orginal lainnya).

Pemecahan (Resolution)
Menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan untuk mengatasi masalah. Ada 3 kriteria dalam dimensi ini :

produk harus bermakna
produk harus logis
produk harus berguna (dapat diterapkan secara praktis)
Elaborasi dan Sintesis
Dimensi ini merujuk pada derajat sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama / serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren.

Ada 5 kriteria untuk dimensi ini:

produk itu harus organis (mempunya arti inti dalam penyusunan produk)
elegan, yaitu canggih (mempunyai nilai lebih dari yang tampak)
kompleks, yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih
dapat dipahami (tampil secara jelas)
menunjukkan ketrampilan atau keahlian



Strategi Pengembangan Kreatifitas

Pengembangan kreatifitas dengan pendekatan 4P :

Pribadi
Kreatifitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.

Pendorong
Untuk mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula dihambat dalam lingkungan yang tidak mendukung. Banyak orang tua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka dan lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memperoleh ranking tinggi dalam kelasnya. Demikian pula guru meskipun menyadari pentingnya perkembangan kreatifitas, tetapi dengan kurikulum yang ketat dan kelas dengan jumlah murid yang banyak maka tidak ada waktu bagi pengembangan kreatifitas.

Proses
Untuk mengembangkan kreatifitas siswa, ia perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. Untuk itu yang penting adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Pertama-tama yang perlu adalah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkan produk kreatif yang bermakna.

Produk
Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menghargai produk kreatifitas anak dan mengkomunikasikannya kepada orang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi.

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

Faktor bawaan atau keturunan.
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah
Saling kenal.


Faktor lingkungan.

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Inteligensi dan IQ.
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

Pengukuran Inteligensi.
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat.
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

Inteligensi dan Kreativitas.
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.

"Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony", demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas Christanday.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.

Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi".

Mengarungi samudra kehidupan..
Kita Ibarat para pengembara..
Hidup ini adalah perjuangan,tiada masa tuk berpangku tangan..
Setiap tetes peluh darah..
Tak akan sirna ditelan masa..
Segores luka di jalan Allah,kan menjadi saksi pengorbanan...

Allah Ghoyatuna..
Ar Rosul Qudwatuna..
Al Quran Dusturuna..
Al Jihad Sabiluna..
Al Mauti Fisabilillah asma amanina..

Saudaraku,,SEMANGAT!!!!!

Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan, oleh karena itu merupakan stres tambahan dari suatu pekerjaan. Gangguan psikologi tersebut dapat berupa rasa kurang nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain.

Di samping pengaruh di atas, kebisingan juga menyebabkan stres pada bagian tubuh lain yang mengakibatkan sekresi hormon abnormal dan tekanan pada otot. Pekerja yang terpapar bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah. Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi, bahkan penurunan produktivitas.

Telah banyak observasi yang menunjukkan bahwa emosi atau stres mempengaruhi keadaan fisiologi traktus gastrointestinal, antara lain sekresi musinoid, pepsin dan asam klorida lambung. Diduga keadaan ini pulalah yang menjadi penyebab ulkus peptikum yang sekarang lebih dikenal dengan sindrom dispepsia.

Yang dimaksud dispepsia di sini adalah penderita dengan keluhan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yang dapat berupa nyeri epigastrium, mual, muntah yang dapat disertai darah atau tidak, rasa cepat kenyang, kembung atau sering sendawa. Sindrom dispepsia selain akan menjadi salah satu masalah kesehatan juga akan menurunkan produktivitas tenaga kerja.

Tenaga kerja yang sering mengeluh sakit saluran pencernaan bagian atas konsentrasi kerjanya berkurang dan akan meningkatkan absensi. Dengan demikian penting untuk mengetahui hubungan paparan bising dengan kasus sindrom dispepsia guna mencari solusi permasalahan tersebut.

Penelitian
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap karyawan yang bekerja di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
(1) ada perbedaan intensitas kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang perkantoran dan ruang inspeksi PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.
(2) Perbedaan intensitas kebisingan di ruang kerja tersebut akan berpengaruh pada jumlah karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan kebisingan maupun manfaat praktis bagi perusahaan, pemerintah maupun tenaga kerja yang bersangkutan.
Bahan dan Cara Kerja
Penelitian ini bersifat survai analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan dengan lokasi penelitian di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Penetapan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria subyek sebagai berikut :
Kriteria inklusi :

usia 15 – 45 tahun pria maupun wanita.
Sudah bekerja di bidang yang sama lebih dari 6 bulan.
Kriteria eksklusi :

sedang dalam perawatan dokter ahli jiwa.
Sedang mengkonsumsi obat/ alkohol atau jamu secara terus menerus (rutin).
Khusus untuk wanita, sedang hamil.
Sedang menderita penyakit kronik (misal. DM, KP, Hipertensi).
Menggunakan sumbat telinga saat bekerja. Mempunyai riwayat sakit telinga (infeksi sejak lahir, jatuh dan sakit hidung tenggorokan yang menyebabkan sakit telinga).
Sebelum sampel ditetapkan, dilakukan pendataan dengan kuesioner tentang karakteristik responden maupun data yang terkait dengan kriteria subyek. Subyek yang memenuhi kriteria seluruhnya ditetapkan sebagai sampel dan dibagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok I : Responden yang terpapar bising intensitas tinggi (ruang produksi).
Kelompok II : responden yang terpapar bising intensitas sedang (ruang inspeksi).
Kelompok III : responden yang terpapar bising intensitas rendah (ruang perkantoran).
Kesimpulan dan Hasil

Ada perbedaan intensitas kebisingan yang sangat signifikan antara ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Perbedaan intensitas kebisingan berpengaruh terhadap jumlah penderita sindrom dispepsia pada tenaga kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Diskusi
Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan intensitas kebisingan berpengaruh terhadap munculnya gejala sindrom dispepsia. Pengaruh tersebut melalui variabel perantara yaitu faktor psikologis dan faktor fisik (kelelahan). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Budihalim (1990) bahwa emosi dan kelelahan fisik akan mempengaruhi keadaan fisiologi saluran pencernaan, antara lain sekresi musinoid, pepsin dan asam klorida lambung, sehingga diduga faktor ini pula yang menjadi penyebab munculnya gejala-gejala gangguan pencernaan bagian atas atau sering disebut dengan Sindrom dispepsia.

Pengaruh emosi terhadap fungsi gastrointestinal telah lama dikenal. Wolf, Wolf dan Mittelmann (11,), mengobservasi melalui lubang fistula permanen di lambung memperoleh hasil sebagai berikut :
Emosi sadness dan depresi yang diikuti dengan perasaan withdrawn, menyebabkan mukosa pucat, menurunkan dan menghambat sekresi dan kontraksi lambung; orang tersebut merasa mual (nausea) dan tidak ada nafsu makan. Sebaliknya anxiety, hostility dan resentment diikuti dengan hipersekresi, hipermotilitas, hiperemi mukosa lambung, maka terjadilah keadaan seperti gastritis hipertropik. Penderita merasa nyeri dan perih uluhati (heartburn). Bila berlangsung cukup lama dan cukup berat, timbul erosi dan perdarahan kecil-kecil mukosa lambung (penurunan daya tahan mukosa lambung).

Keadaan seperti ini dapat terjadi spontan atau akibat kontraksi lambung yang kuat. Luka-luka kecil tersebut terkena asam lambung, menyebabkan tambah membengkaknya seluruh mukosa lambung, dan terbentuk ulkus kronik di mucosa tersebut.

Alexander mengajukan hipotesis bahwa frustrasi kronis atau kebutuhan ketergantungan yang kronis mengakibatkan konflik unconscious yang khas. Konflik ini akan menyebabkan rasa marah dan lapar yang unconscious kronik dan regresif.

Reaksi ini secara fisiologis berujud hiperaktifitas vagal yang menetap dan mengakibatkan hipersekresi asam lambung pada orang-orang yang mempunyai predisposisi genetik sebagai hipersekretor asam.

Kesimpulan
Kebisingan secara bermakna dapat menyebabkan terjadinya sindrom dispepsia, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh paparan bising terhadap sindrom dispepsia dengan penyempurnaan metode penelitian, terutama pada penegakan diagnosis menggunakan pemeriksaan penunjang (endoskopi).

Sumber:
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono (Departemen Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Indonesia), yang dimuat dalam Majalah CDK Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007.

huuuh,ku kiRa kita tu sama..
hidup dalam satu wilayah yang terbuka..
penuh kesenangan..canda dan duka..

sahabat ku nan jauh dimana-mana...
kU tulis ini kaRna tlah ku rasakan sEmua'a..

sahabat...

teRnyata dUnia kita sUng9uh jaUh beRbeda dengan meReka..
jangan peRnah ng0mon9 klo kita peRnah melakukan'a...

sahabat..
ini pertama kalinya ku alami..
aku g tau haRus nuLis apa..
yang jelas,HATI dan pikiRan beRtentang9an..

sahabat...
yang ku haRapkan adlh ini sEmua daRi kalian..

sahabat yang baik adlh..sahbat y9 slalu meNgin9atkan kita kpd ALLAH,
haRi ni kita b'sahabat,esok kita b'sahabat,dan slamanya kita b'sahabat,
jika haRi esok diRi ni tiada l9 di dunia ni,ku tetap m'Harapkan kita b'sahabat,
diRi ni sama2 slamat sampai kesana...



Dapatkan Mesej Bergambar di Sini

Come ride with me...
through veins of history...
I'll show you a god falls asleep on the job...
How can we win...?
when false can be king...
Don't waste your time..
Or time will waste you..

No one's gonna take me alive...
The time has come to make things right...

You and I must fight for our right...
You and I must fight to survive...

Rasa takut merupakan reaksi manusiawi yang secara biologis merupakan mekanisme perlindungan bagi seseorang pada saat menghadapi bahaya. Ketakutan adalah emosi yang muncul pada saat orang menghadapi suatu ancaman yang membahayakan hidup atau salah satu bidang kehidupan tertentu. Ketakutan biasa disebut dengan tanda peringatan terhadap hidup, peringatan agar berhenti, melihat atau mendengarkan.
Setiap manusia dihadapkan pada peringatan serta ancaman yang sangat menuntut perhatian. Rasa takut betul-betul memperlambat dan mengendalikan sejumlah besar emosi psikosomatis. Salah satu tujuan dari pengendalian adalah untuk membantu seseorang untuk menghindarkan diri dari bahaya dan mengatasinya. Bila seseorang diliputi rasa takut, kebahagiaan maupun sukses kita terancam, orang itu sering mengalami rasa nyeri pada perut, telapak tangan berkeringat, jantung berdenyut kencang, malas bergerak, gagap bicara dan lain sebagainya.
Berhadapan dengan situasi yang menakutkan, reaksi orang berbeda-beda, ada orang yang tidak takut pada si anjing itu sendiri, tetapi mereka takut mendengar gonggongannya. Tapi ada orang lain yang tidak terganggu gonggong anjing. Ada orang lain yang sungguh-sungguh takutterhadap halilintar, sedang orang lain tidak. Adalah normal pada saat menghadapi bahaya tertentu orang merasa takut dan tingkat ketakutanitu biasanya sebanding dengan besar-kecilnya bahaya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa penyebab obyektif dari rasa takut itu justru dilupakan seseorang, sehingga reaksinya terasa lebih berat, lebih cepat dan lalu menimbulkan kepanikan. Rasa takut yang sedemikian hebat inisangat tidak sebanding dengan penyebabnya. Inilah reaksi neurotik murni. Ketakutan inilah yang kita sebut dengan “Phobia”. Hanya dengan melihat kucing hitam, seseorang lalu khawatir akan mati. Orang lain sudah hampir pingsan hanya karena ada ular mendekatinya.Ketakutan neurotik menunjukkan adanya reaksi-emosional yang tak sebanding dengan rangsangan. Dengan kata lain penyebab obyektif dari reaksi emosional dan ketakutaannya sama sekali tidak diperhitungkan.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Blogger Template by Blogcrowds